Litar RLC

Perintang, R, induktor, L, dan kapasitor, C, adalah unsur penting atau komponen litar yang boleh mengubah magnitud dan juga sudut fasa gelombang arus atau voltan litar. 1 Bahkan litar yang mengandungi setiap elemen ini amat berguna, lagi bermanfaat di dalam bidang elektronik, hingga sahaja dalam sedar atau tidak, ia merupakan litar utama di bahagian hadapan radio dan televisyen.2 Apatah lagi jika elemen-elemen ini membentuk suatu pakatan atau amal jama’i yang dipenuhi embun-embun ukhwah serta urat-urat mahabbah, sehingga mana terkadang tiada kuasa yang akan terlesap atau terbazir natijah daripada kerjasama dan tautan ukhwah yang erat ini.

Begitulah juga dengan litar kehidupan. Tika mana yang mewarnai kehidupan itu, adalah watak-watak yang bisa memberikan manfaat pada seseorang mukmin, maka sudah tentu kehidupannya itu akan bisa mengantarkannya bertemu RABBnya kelak dalam suasana meriangkan akibat keredhaan yang diperolehinya hasil “warna-warni” indah yang ia lukiskan sepanjang melakari kertas kehidupan.

Lantaran itu, keluarga dan teman, komponen-komponen penting yang menapak dalam kehidupan, harus mampu berperanan aktif lagi bermanfaat hingga hampir dapat dipastikan meter elektrik umurnya tidak berlaku sebarang pembaziran. Sesuai dengan sebuah hadith Nabi S.A.W yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi dan dihasankan oleh al-Albani; “Agama seseorang itu terletak pada temannya. Maka perhatikanlah dengan siapa ia berteman.” Begitu juga ketika Bukhari dan Muslim meriwayat pergaulan yang mencelup manfaat hasil perkenalan dengan penjual kasturi, berbanding keringat peluh akibat bahang berdekatan dengan penjual besi.
Begitu juga “komponen-komponen” yang terkandung dalam keluarga. Sangat bisa dipastikan bahawa sering saja faktor ini menjadi antara punca “kuasa” seorang da’i itu terbazir akibat induktor dan kapasitor yang terpasang di dalamnya bukanlah yang tulen, hingga dapat dipastikan kelancaran produknya. Lantaran itu banyak ayat al-Quran memperingatkan hal ini, supaya jangan sampai ketika hendak membina litar kekeluargaan, kita tersilap memilih komponen lalu mengakibatkan tumbangnya kita daripada jalan keredhaan-NYA.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (Q.S at-Taghabun [64]:14)

Tertarik dengan tulisan Kiyai Haji Rahmat Abdullah3 dalam ruangan tetap Maharot-nya, hingga kan ternukil suatu situasi yang sering terjadi dewasa ini. Bagaimana sang suami dan sang isteri konon ceritanya bertemu di jalan dakwah, lantas memilih mendirikan rumah tangga juga atas alasan yang sama. Tika mana sang suami berangkat untuk membina kader-kader dakwah-amalan rutinnya bahkan sebelum bertemu “kapasitor” hatinya-hingga terkadang sampai larut malam, membuatkan sang isteri terdera dalam bungkusan selimut sepi lalu melemparkan bara keindahan hari-hari madu mereka, agar bisa terbakar perjalanan dakwah “bateri” hatinya itu. Perangpun mulai berkecamuk dalam hati sang da’i, zauji au da’wati? (isteriku atau dakwahku?)
Sebetulnya sang isteri berperanan bak kapasitor pada litar, bila mana bateri seakan murung hingga “kering arus” untuk mengaktifkan litar, maka tika itu kapasitor menjalarkan voltan tambahan, yang bisa menghidupkan semangat sang suami untuk terus menyumbang pada litar dakwah. Tetapi ternyata terkadang hal di atas terjadi-bahkan amat sering terjadi-hingga wujud dua profil. Satu yang gugur, bak penulisan Ustaz Fathi Yakan al-Mutasaqitun ala at-Thariqu ad-Da’wah (Mereka yang berguguran/ keciciran/ tersangkut pokok di atas jalan dakwah). Sedang yang satu lagi juga gugur. Tetapi gugur sebagai syuhada’!

Lantas, ketika mana sang suami berhadapan situasi ini, dengan mantap sang da’i merangkum kata menang, bak kata KH Rahmat Abdullah tadi: “Adindaku, kita bertemu di jalan dakwah. ALLAH melimpahkan kebahagian kepada kita ke dakwah yang diberkahi-NYA. Haruskah kita meninggalkannya, sesudah kekuatan kita bersatu dan bertambah, yang seharusnya lebih melipat gandakan kontribusi kita terhadap dakwah? Jangan kita langgar janji kita pada-NYA, sehingga keturunan kita kelak terhina dan bercerai berai, lantaran khianat kita.”


Oleh: Faridul Farhan Abd Wahab
B. Eng (Hons) Electrical Engineering