Gelombang "Tsunami"

Di lembayung sadis senja ’04 yang berarak pergi dengan bergantikan keghairahan ambang ’05 yang bakal menjelang, harusnya kita merafa’kan infiniti kesyukuran, kepasrahan lantas bisa lagi tegar menarik sisa-sisa karunia rahmat oksigen yang mana moga-moga tidaklah ia disaduri oleh mikrob2 kemunafsikan. Masih tetap jua kita berdiri seampuh cytoplasm yang didokong oleh kepayahan sang sitorangka berorientasikan sifat2 Ar-rahman dan Ar-rahimnya meskipun dibayangi oleh molekul-molekul noda yang melapisi si hati yang tentu saja senantiasa berbolak-balik persis si roda yeng menerusi titian yang beronakkan durjana ranjau kemunafikan. Atau adakah laksana tanah air yang diomong-omongkan sebagai bukan daripada lingkaran serakah gempa bumi tetapi lantas tiada upaya menahan ombak “tsunami” yang menggila hanya sekadar kerlipan mata tetapi tegar sahaja meragut jiwa-jiwa yang tiada berdosa, bahkan mata pencarian buat mengalas perut diri serta anak dan isteri tercinta turu menjadi korban kegilaanya. Apakan daya secanggih manapun gadget-gadget seorang hamba, tiada upaya mahupun tenaga (kerna tiadalah tenaga itu dapat dicipta) melawan takdir andaikan tegar ia mengatakan ‘kun-fayakun’. Beleklah warkah kalam-kalam dari kekasih yang sentiasa tetap saja pada kecintaannya , pastinya tersorot firmaNya….

“Telah lahirlah bencana di darat dan di laut kerana usaha tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari balasan perbuatan yang mereka perbuat mudah-mudahan mereka kembali (taubat)” ~Ar-rum:41~

“kemudian mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka” ~Al-a’raaf:91~


Nah, lantas siapa perlu diperbicarakan dalam hal ini. Pastinya tidak lantas ia menurunkan hanya sedikit dari ‘petunjuk’Nya itu jika tidak berlandaskan pada asbab yang berasbab lantaran sifat-sifatnya yang pengasih lagi penyayang itu. Pastinya berkemungkinan ianya bagi menguj seenteng mana tugu-tugu imaniah soldadu-soldadu hati hambanya atau merupakan bala yang mana moga-moga ia sebagai pedoman dan iktibar agar kita kembali kepda fitrah insaniah setulus transparent titisan molekul embun buat menyirami sinar subuh dan bukannya sekelodak lumpuran-lumpuran maksiat yang bersarang di perdu rimbunan sang hati. Agar, bisa saraf-saraf medula oblongata kita menapis persis chromatography bagi menjernihkan sample larutan ideologi-ideologi karat durjana yahud yang melata membawa onar tapi mencanangkan diri sebagai hero duniawi.

Moga, benih-benih taubat dan istighfar bisa saja disemai dilaman-laman hati yang kemudiannya senantiasa disirami oleh cahaya muhasabah agar bisa saja pepohon cinta berdaunan kasih sayang akan tumbuh menyubur disamping buah-buahan mardhatillah yang ranum menumbuh di perdu iman dan takwa yang bisa saja dihamburkan pada sesiapa saja meskipun dilempari batu bersemikan gelora dunia.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa , pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkat dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa nereka atas perbuatanbya ” ~Al-A’raaf:96~

Dengan itu, moga kita bisa terselamat dari sedikit kemurkaan sang pencipta yang selama ini sering saja melimpahkan nikmat buat hambanya tanpa disedari meskipun lalai meniti titian ujian duniawi yang fana ini.