Dan semakin berat terasa terjerat
Mungkin ku tidak sekuat kusangka
Kembalikanlah semangatku
Kembalikan ketenanganku
Kurebah tanpaMu
Tak terdaya lagi bernafas
Jiwa daku semakin lemas
Dahagakan cintaMu
Kaulah nyawaku
Benarkah engkau seorang pejuang? Mengaku diri
sebagai pejuang, sebagai jundullah, sebagai
aktivis, namun akhlak maupun tsaqafahnya tidak
mencerminkan hal itu. Mengaku diri sebagai
mujahid, namun niat ternoda oleh selain-Nya.
Inilah yang Allah Subhanahu wa Ta'ala sindir di
dalam Al Qur'an,
"Apakah kamu mengira kamu akan dibiarkan saja
mengatakan 'kami beriman' sedang mereka tidak
di uji lagi?" (QS. Al Ankaabut: 2-3)
Sang Pejuang Sejati
Masing-masing kita sebaiknya mengevaluasi diri,
apakah kita memang sudah benar-benar menjadi
pejuang di jalan-Nya atau jangan-jangan, baru
sebatas khayalan dan angan-angan kosong
belaka. Inginkan syurga, tetapi tidak siap
menggadaikan diri, harta dan jiwa.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk
surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-
orang yang sabar." (QS. 3:142).
Ya, kita mengira akan masuk surga dengan
pegorbanan yang sedikit, seakan ingin
menyamakan diri dengan hukum ekonomi
kapitalis, "Mendapatkan output yang sebesar-
besarnya, semaksimal mungkin, dengan input
yang seminimal mungkin."
Aduhai., sesungguhnya hari akhir itu adalah
perkara yang besar. Dan syurga yang luasnya
seluas langit dan bumi itu, sangat mahal
harganya. Rasulullah SAW bersabda,
"Generasi awal sukses karena zuhud dan
teguhnya keyakinan,sedang ummat terakhir
hancur karena kikir dan banyak berangan muluk
kepada Allah."
Saat nasyid-nasyid perjuangan dilantunkan,
gemuruh di dalam dada menjadi berkobar-kobar
untuk berjuang. Tetapi sayang, ternyata hanya
tersimpan di dalam dada dan semangat itu ikut
surut seiring dengan berakhirnya lantunan nasyid.
Tidak keluar dalam amaliyah yang nyata. Demi
Allah., keimanan bukanlah dilihat dari yang paling
keras teriakan takbirnya, bukan pula dari yang
paling deras air matanya kala muhasabah, dan
bukan pula dari yang paling ekspresif
menunjukkan kemarahan kala melihat Israel
menyerang Palestina. Bukan pula dari yang paling
banyak simbol-simbol keagamaannya. Karena itu
semua hanya sesaat. Sesungguhnya
keistiqomahan dalam berjuang, itulah indikasi
keimanan sang pejuang yang sebenarnya.
Pejuang yang sabar menapaki hari-hari dengan
mengibarkan panji Illahi Rabbi. Yang selalu
bermujahadah mengamalkan Al Qur'an. Teguh
pendirian. Tak kenal henti. Hingga terminal akhir,
syurga.
Pengorbanan
Apakah dengan memakai sedikit waktu untuk
berda'wah, sudah menganggap diri telah
melakukan totalitas perjuangan? Padahal para
nabi tidaklah menjadikan da'wah ini hanya
sekedarnya saja, tetapi sebagaimana dicantumkan
dalam Surat Nuh ayat 5,
"....Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah
menyeru kaumku siang dan malam."
Pun dalam surat Al Muzzamil,
"Hai orang yang berselimut, bangunlah lalu berilah
peringatan, dan Rabbmu agungkanlah."
Sejak ayat itu turun, sang nabi akhir zaman selalu
siaga dalam kehidupan. Bahkan, hingga menjelang
ajalnya, Rasulullah tengah menyiapkan
peperangan untuk menegakkan Al Haq.
Sang pejuang, tetapi makanannya adalah sebaik-
baik makanan, dan pakaiannya adalah sebaik-baik
pakaian. Dan dengan tanpa rasa berdosa, asyik
menonton sinetron-sinetron cinta dan acara gosip,
mendengar lagu-lagu cinta, berghibah, perut
kenyang, banyak tidur, dan mengabaikan waktu,
lalu berharap mendapatkan syurga? Sangatlah
jauh. bagaikan pungguk merindukan rembulan.
Alangkah berbedanya dengan yang dicontohkan
Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Mush'ab bin
Umair dan para sahabat yang lainnya. Yang
setelah mendapatkan hidayah, mereka justru
menjauhi kemewahan hidup. Mereka mampu
secara ekonomi, tetapi mereka tidak rela
menikmati dunia yang melalaikan.
Seorang pejuang harus memahami jalan mendaki
yang akan dilaluinya. Sang Nabi tak pernah
tertawa keras apatah lagi terbahak-bahak. Dan hal
itu dikarenakan keimanan yang tinggi akan adanya
hari akhir, akan adanya syurga dan neraka. Ada
amanah da'wah yang besar di pundaknya, lantas
bagaimana mungkin seorang pejuang akan banyak
bercanda? Imam Syahid Hasan Al Banna
memasukkan "keseriusan" atau tidak banyak
bergurau sebagai bahagian dari 10 wasiatnya.
Dan dikisahkan pula bahwa Sholahuddin Al Ayyubi
tak pernah tertawa karena Palestina belum
terbebaskan.
Keringnya suasana ruhiyah di lingkungan kita, bisa
jadi karena di antara kita -saat di luar halaqah-
jarang saling bertaushiyah tentang hari akhir.
Bahkan sungguh aneh, dapat tertawa dan tidak
menyimak ketika Al Qur'an dibacakan di dalam
pembukaan ta'lim. Atau saat kaset murottal
diputar, mengobrol tak mengindahkan. Yang
mengindikasikan bahwa Al Qur'an itu baru sampai
di tenggorokan saja.
"Akan tiba suatu masa dalam ummat ketika orang
membaca Al Qur'an, namun hanya sebatas
tenggorokannya saja (tidak masuk ke dalam
hatinya)." (HR. Muslim).
Dimanakah air mata keimanan? Ya Rabbi.,
ampunilah kelemahan kami dalam menggusung
panji-Mu.
Kederisasi generasi sebaiknya tidak melulu
tentang pergerakan dan mengabaikan aspek
keimanan. Keimanan harus senantiasa
dihembuskan dimana saja karena ia adalah motor
penggerak yang hakiki. Iman adalah akar.
20 Muwashofat Sang Pejuang
Setidaknya, ada 20 kriteria yang harus dimiliki
pejuang, yang disarikan dari Al Qur'an dan hadits,
yaitu :
1. Aqidahnya bersih (saliimul 'aqiidah)
2. Akhlaknya solid (Matiinul khuluqi)
3. Ibadahnya benar (Shohiihul I'baadah)
4. Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi)
5. Pikirannya intelek (Mutsaqqoful fikri)
6. Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun
nafsi)
7. Mampu berusaha mencari nafkah
(Qaadiirun 'alal kasbi)
8. Efisien dalam memanfaatkan waktu
(Hariisun 'alal waqti)
9. Bermanfaat bagi orang lain (Naafi'un lighoirihi)
10. Selalu menghindari perkara yang samar-samar
(Ba'iidun 'anisy syubuhat)
11. Senantiasa menjaga dan memelihara lisan
(Hifdzul lisaan)
12. Selalu istiqomah dalam kebenaran
(istiqoomatun filhaqqi)
13. Senantiasa menundukkan pandangan dan
memelihara kehormatan (Gaddhul bashor wahifdul
hurumat)
14. Lemah lembut dan suka memaafkan (Latiifun
wahubbul 'afwi)
15. Benar, jujur dan tegas (Al Haq, Al-amanah-
wasyja'ah)
16. Selalu yakin dalam tindakan (Mutayaqqinun
fil'amal)
17. Rendah hati (Tawadhu')
18. Berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-
bina')
19. Senantiasa siap menolong (Mutanaashirun
lighoirihi)
20. Bersikap keras terhadap orang-orang kafir
(Asysyidda'u 'alal kuffar)
Penutup
Menjadi pejuang, hendaknya bukanlah angan-
angan kita belaka. Menjadi pejuang, memiliki
kriteria (muwashofat) yang harus di penuhi. Jangan
sampai kita terkena hadits ini, "Akan datang suatu
masa untuk ummatku ketika tidak lagi tersisa dari
Al Qur'an kecuali mushafnya dan tidak tersisa
Islam kecuali namanya dan mereka tetap saja
menyebut diri mereka dengan nama ini meskipun
mereka adalah orang yang terjauh darinya." (Ibnu
Babuya, Tsawab ul-A mal).
Pejuang di jalan-Nya hendaknya bukan dari
kacamata kita, tetapi dari kacamata Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Alangkah ruginya bila kita
menganggap diri sebagai pejuang, padahal dalam
pandangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, kita tak
ada apa-apanya. Maka, bersama-sama kita
memuhasabahi diri, agar cinta kita kepada-Nya
bukan hanya angan semata, agar cinta kita tak
bertepuk sebelah tangan. Karena pembuktian cinta
haruslah mengikuti dengan keinginan yang dicinta.
Jika tidak, maka patut dipertanyakan kebenaran
cintanya itu. Cinta sejati, tidak hanya dimulut dan
disimpan di dalam dada saja, tetapi harus
dibuktikan, agar sang kekasih percaya bahwa kita
mencintainya. Kita mencintai-Nya dan Dia pun
mencintai kita.
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu yang murtad dari agamanya maka
kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-
Nya.." (QS. Al Maidah : 54 - 56).
dipetik dari hudzaifah.org

"no repeat!!! no resit!!...no turning back!!"